BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran
manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak
didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi
dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan
argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari
proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi
falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa.
Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika
dan filsafat. Hal itu membuat filasafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi
tertentu berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi,
keraguan, rasa penasaran dan ketertarikan. Filsafat juga bisa berarti
perjalanan menuju sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak
tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan sikap skeptis yang mempertanyakan
segala hal.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Filsafat Islam
Filsafat Islam merupakan filsafat yang seluruh cendekianya adalah muslim.
Ada sejumlah perbedaan besar antara filsafat Islam dengan filsafat lain.
Pertama, meski semula filsuf-filsuf muslim klasik menggali kembali karya filsafat
Yunani terutama Aristoteles dan Plotinus, namun kemudian menyesuaikannya dengan
ajaran Islam[1].
Kedua, Islam adalah agama tauhid. Maka, bila dalam filsafat lain masih
'mencari Tuhan', dalam filsafat Islam justru Tuhan 'sudah ditemukan, dalam arti
bukan berarti sudah usang dan tidak dibahas lagi, namun filsuf islam lebih
memusatkan perhatiannya kepada manusia dan alam, karena sebagaimana kita
ketahui, pembahasan Tuhan hanya menjadi sebuah pembahasan yang tak pernah ada
finalnya.
2.2
Sejarah Timbulnya Filsafat Islam
Pemikiran filsafat masuk ke dalam Islam melalui filsafat Yunani yang
dijumpai kaum Muslimin pada abad ke-8 Masehi atau abad ke-2 Hijriah di Suriah,
Mesopotamia, Persia, dan Mesir.
Dalam Ensiklopedi Islam terbitan Ichtiar Baru Van Hoeve dijelaskan bahwa
kebudayaan dan filsafat Yunani masuk ke daerah-daerah itu melalui ekspansi
Alexander Agung, penguasa Macedonia (336-323 SM), setelah mengalahkan Darius
pada abad ke-4 SM di kawasan Arbela (sebelah timur Tigris).
Alexander Agung datang dengan tidak menghancurkan peradaban dan
kebudayaan Persia, bahkan sebaliknya, ia berusaha menyatukan kebudayaan Yunani
dan Persia. Hal ini telah memunculkan pusat-pusat kebudayaan Yunani di wilayah
Timur, seperti Alexandria di Mesir, Antiokia di Suriah, Jundisyapur di
Mesopotamia, dan Bactra di Persia.
Pada masa Dinasti Umayyah, pengaruh kebudayaan Yunani terhadap Islam
belum begitu nampak karena ketika itu perhatian penguasa Umayyah lebih banyak
tertuju kepada kebudayaan Arab. Pengaruh kebudayaan Yunani baru nampak pada
masa Dinasti Abbasiyah karena orang-orang Persia pada masa itu memiliki peranan
penting dalam struktur pemerintahan pusat.
Para Khalifah Abbasiyah pada mulanya hanya tertarik pada ilmu kedokteran
Yunani berikut dengan sistem pengobatannya. Tetapi kemudian mereka juga
tertarik pada filsafat dan ilmu pengetahuan lainnya. Perhatian pada filsafat
meningkat pada zaman Khalifah Al-Makun (198-218 H/813-833 M)[2].
Usaha penerjemahan tersebut berlangsung selama tidak kurang dari satu
setengah abad di zaman klasik Islam (abad ke-1 hingga abad ke-7 H). Dan
berlangsung secara besar-besaran di Baghdad sejak masa pemerintahan Al-Mansur
(137-159 H/754-775 M), serta mencapai puncaknya pada masa pemerintahan
Al-Makmun.
Bahkan di masa Harun Ar-Rasyid, utusan khusus dikirim ke Kerajaan Romawi
untuk mencari manuskrip yang kemudian dibawa ke Baghdad untuk diterjemahkan ke
dalam bahasa Arab.
Usaha ini telah menghasilkan tersedianya buku-buku berbahasa Arab dalam
jumlah banyak di perpustakaan-perpustakaan, baik yang dibangun para penguasa
Muslim maupun yang dibangun para hartawan.
Ketersediaan buku-buku terjemahan tersebut dimanfaatkan oleh kalangan
Muslim untuk berkenalan dengan ilmu pengetahuan dan filsafat, seperti yang
telah dilakukan oleh orang-orang Yahudi, Kristen, dan Majusi pada masa-masa
sebelum munculnya Islam.
Kegiatan penerjemahan dalam perkembangan berikutnya, telah memunculkan
tiga kelompok ahli ilmu pengetahuan. Pertama, mereka yang memusatkan perhatian
pada cabang-cabang ilmu pengetahuan saja. Kelompok pertama ini disebut para
ilmuwan.
Kedua, mereka yang selain mengkaji dan mengembangkan berbagai cabang ilmu
pengetahuan, juga memusatkan perhatian pada bidang filsafat. Kelompok kedua
dinamakan para filsuf. Ketiga, yakni mereka yang berupaya menguasai berbagai
cabang ilmu pengetahuan dan filsafat untuk keperluan berteologi. Kelompok yang
terakhir ini disebut para teolog.
Ilmu filsafat dalam Islam pertama kali muncul dan berkembang di
wilayah-wilayah Islam belahan timur, terutama di Baghdad. Baru tiga abad kemudian,
ilmu filsafat ini berkembang luas di dunia Islam belahan barat yang berpusat di
Cordoba (Spanyol)[3].
Keterlambatan tersebut disebabkan oleh kenyataan bahwa buku-buku yang
dihasilkan di dunia Islam belahan timur baru masuk secara besar-besaran ke
dunia Islam belahan barat sejak paruh kedua abad ke-4 H, dengan dorongan dan
bantuan dari pihak penguasa, terutama pada masa pemerintahan Khalifah Hakam II
(350-366 H/937-953 M) di Andalusia.
Berkembangnya ilmu filsafat di dunia Islam ini pada akhirnya telah melahirkan
sejumlah filsuf terkenal dari kalangan Muslim. Mereka antara lain Al-Kindi,
Ar-Razi, Al-Farabi, Ibnu Maskawaih, Ibnu Sina, Ibnu Bajjah, Ibnu Tufail, dan
Ibnu Rusyd.
Dengan memanfaatkan materi filsafat dari para filsuf Yunani, seperti
Plato, Aristoteles, Pitagoras, Demokritos dan Plotinus, serta berpegang teguh
pada ajaran Alquran dan hadits Nabi SAW, para filsuf Muslim membangun satu
corak filsafat baru yang kini dikenal sebagai filsafat Islam. Dan karena
dihasilkan dalam zaman klasik Islam, maka filsafat mereka sering disebut dengan
filsafat klasik Islam.
2.3
Tokoh-Tokoh Filsafat Islam
Tokoh Filsafat
Islam, diantranya adalah :
1.
Al Ghazali,
2.
Al Farabi, dan
3.
Ibn Sina
1. Al
Ghazali :
Nama lengkapnya Abu Hamid Muhammad Al Ghazali, lahir di Thus, Persi, 1059.
karya-karyanya diantaranya adalah Maqasid al Falasifa (Maksud Filsafat) dan
Tahasut Al Falasifa (kerancuan filsafat) karya ini menyerang secara sarkasme
terhadap filosof. Latar belakangnya adalah kecenderungan para filsafat menjadi
pemikir bebas yang cenderung menolak paham Islam dan mengabaikan dasar ritual
ibadat yang menurut mereka tidak pantas bagi pencapaian intelektual. Tahun 1095
Al Ghazali mengalami krisis pribadi, kemudian keluar dari jabatan guru besar
sebagian menyebut beliau adalah Rektor Universitas dan meninggalkan Baghdad,
kemudian menjalani hidup Sufi dan merantau ke Damaskus, Kairo, Mekah dan
Madinah. Setelah berhasil mengatasi krisis, mulai menulis karya Sufistik -Ihya
Ulum Al Din (menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama), ini adalah kitab moral
terbesar dan karya Master Piece-nya. Al Ghazali walaupun Sufi dari literatur
tidak tercatat bahwa beliau merupakan anggota salah satu tarekat. Ada tharekat
Al Ghazaliyah.. didirikan oleh pengikutnya bukan didirikan oleh Al Ghazali
sendiri secara langsung. Al Ghazali dianggap para sarjana latin seperti AL
Farabi dan Ibnu Sina sebagai filosof peri-patetik dan Neo Platonis.
2. Al
Farabi
Al Farabi adalah filosof terbesar muslim Neo Platonis pertama yang besar
dan dijuluki guru kedua (al Muallim Al Tsani) wafat. 950 M. Guru pertAmanya
adalah Aristoteles (Al Muallim Al Awwal). Menurut Ibna Sina, bahwa Al Farabilah
yang membantu Ibnu Sina memahami ajaran metafisika Aristoteles. Al Farabi lahir
di Desa Wasij wilayah Farab - Persia, tahun 870M. Al Farabi juga disebut-sebut
sebagai musikus handal. Kitabmusik karyanya Buku Besar Tentang Musik (Kitab Al
Musiq Kabir)[4].
3.
Ibn Sina
Ibn Sina (980-1037), Ibn Sina adalah filosof dan ahli kedokteran. Sepeti
filosof lain pada jamannya ia percaya bahwa manusia punya tubuh dan jiwa. Ibn
Sina membagi tiga bagian jiwa manusia : Jiwa alami (nabati), jiwa hewani
(hayawani) dan jiwa rasional, Tiap bagiannya mempunyai tujuannya (entelechy)
masing-masing dan mengatur daya-daya yang melakukan khusus. Buku-buku karangan
Ibn Sina kebanyakan tentang ilmu kedokteran diantaranya yang populer : Al Qanun
fi al Tibb (buku kedokteran ditulis 14 jilid, ditulis saat usia 16 tahun)[5].
A. Tokoh-Tokoh Filsafat Islam Zaman Kejayaan
Islam
Islam tidak hanya mendukung adanya kebebasan intelektual, tetapi juga
membuktikan kecintaan umat Islam terhadap ilmu pengetahuan dan sikap hormat
mereka kepada ilmuwan, tanpa memandang agama mereka. Periode antara 750 M dan
1100 M adalah abad masa keemasan dunia Islam. Plato dan Aristoteles telah
memberikan pengaruh yang besar pada mazhab-mazhab Islam, khususnya mazhab
Peripatetik.
1.
Al Farabi sangat berjasa dalam mengenalkan dan
mengembangkan cara berpikir logis (logika) kepada dunia Islam. Berbagai
karangan Aristoteles seperti Categories,
Hermeneutics, First, dan Second Analysis telah diterjemahkan Al Farabi ke dalam
bahasa Arab. Al Farabi telah membicarakan berbagai sistem logika dan cara
berpikir deduktif maupun induktif. Di samping itu beliau dianggap sebagai
peletak dasar pertama ilmu musik dan menyempurnakan ilmu musik yang telah
dikembangkan sebelumnya oleh Phytagoras. Oleh karena jasanya ini, maka Al
Farabi diberi gelar Guru Kedua, sedang gelar Guru Pertama diberikan kepada
Aristoteles.Kontribusi lain dari Al Farabi yang dianggap cukup bernilai adalah
usahanya mengklasifikasi ilmu pengetahuan. Al Farabi telah memberikan defenisi
dan batasan setiap ilmu pengetahuan yang berkembang pada zamannya. Al Farabi
mengklasifikasi ilmu ke dalam tujuh cabang yaitu: logika, percakapan,
matematika, fisika, metafisika, politik, dan ilmu fiqih (hukum)[6].
2.
Ibnu Sina dikenal di Barat dengan sebutan
Avicienna. Selain sebagai seorang filosof, ia dikenal sebagai seorang dokter
dan penyair. Ilmu pengetahuan yang ditulisnya banyak ditulis dalam bentuk
syair. Bukunya yang termasyhur Canon, telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin
oleh Gerard Cremona di Toledo. Buku ini kemudian menjadi buku teks (text book)
dalam ilmu kedokteran yang diajarkan pada beberapa perguruan tinggi di Eropa,
seperti Universitas Louvain dan Montpelier. Dalam kitab Canon, Ibnu Sina telah
menekankan betapa pentingnya penelitian eksperimental untuk menentukan khasiat
suatu obat. Ibnu Sina menyatakan bahwa daya sembuh suatu jenis obat sangat tergantung
pada ketepatan dosis dan ketepatan waktu pemberian. Pemberian obat hendaknya
disesuaikan dengan kekuatan penyakit.Kitab lainnya berjudul Al Shifa
diterjemahkan oleh Ibnu Daud (di Barat dikenal dengan nama Avendauth Ben Daud)
di Toledo. Oleh karena Al Shifa sangat tebal, maka bagian yang diterjemahkan
oleh Ibnu Daud terbatas pada pendahuluan ilmu logika, fisika, dan De Anima. Ibnu Sina membagi filsafat atas
bagian yang bersifat teoretis dan bagian yang bersifat praktis. Bagian yang
bersifat teoretis meliputi: matematika, fisika, dan metafisika, sedang bagian
yang bersifat praktis meliputi: politik dan etika.Ibnu Sina, mengatakan alam
pada dasarnya adalah potensi (mumkin al wujud) dan tidak mungkin bisa
mengadakan dirinya sendiri tanpa adanya Tuhan. Ibnu Sina mengelompokkan ilmu
dalam tiga macam yakni:
·
obyek-obyek yang secara niscaya tidak berkaitan
dengan materi dan gerak (metafisik),
·
obyek-obyek yang senantiasa berkaitan dengan
materi dan gerak (fisika),
·
obyek-obyek yang pada dirinya immateriel tetapi
kadang melakukan kontak dengan materi dan gerak (matematika).
Dalam bidang ilmu farmakologi dan
medis dikenal karya Ibnu Sina yakni Al Qanun fi al Thibb dan Al Hawi oleh Abu
Bakr Al Razi, bidang nutrisi dikenal karya Ibn Bathar yakni Al Jami Li Mufradat
Al Adawiyyah wa Al Aghdziyah, di bidang zoologi dikenal karya Al Jahizh yang
berjudul Al Hayawan dan Hayat Al Hayawan oleh Al Damiri. Di Andalusia terkenal
seorang ahli bedah muslim, Ibn Zahrawi yang telah mencitakan ratusan alat bedah
yang sudah sangat maju untuk ukuran zamannya[7].
3.
Ibn Khaldun dalam kitabnya Al Muqaddimah membagi
metafisika dalam lima bagian. Bagian pertama berbicara tentang hakikat wujud (ontologi). Dari sini muncul dua aliran
besar yakni eksistensialis (tokoh yang terkemuka adalah Ibnu Sina dan Mhulla
Shadra) dan esensialis (tokoh yang terkemuka adalah Syaikh Al Israq,
Suhrawardi)[8].
Berikutnya Ibn Khaldun membagi ilmu matematika ke dalam empat subdivisi yakni
·
geometri; trigonometrik dan kerucut, surveying
tanah, dan optik. Sarjana muslim terutama Ibn Haitsam telah banyak mempengaruhi
sarjana barat termasuk Roger Bacon, Vitello dan Kepler
·
Aritmetika; seni berhitung/hisab, aljabar,
aritmatika bisnis dan faraid (hukum waris),
·
musik,
·
astronomi.
4.
Albiruni, dikenal dalam bidang ilmu mineral,
dikenal karya Al Biruni yang berjudul Al Jawahir (batu-batu permata), selain
itu pada abad ke-11 Al Biruni dikenal sebagai The master of observation di
bidang geologi dan geografi karena Al Biruni berusaha mengukur keliling bumi
melalui metode eksperimen dengan menggabungkan metode observasi dan teori
trigonometri. Akhirnya ia sampai pada kesimpulan bahwa keliling bumi adalah
24.778,5 mil dengan diameter 7.878 mil. Tentu saja ini merupakan penemuan luar
biasa untuk masa itu, dengan ukuran modern saja yaitu 24.585 mil (selisih ± 139 mil) dengan
diameter 7.902 mil.
5.
Al Kindi, filosof Arab pertama yang mempelajari
filsafat. Ibnu Al Nadhim mendudukkan Al Kindi sebagai salah satu orang
termasyhur dalam filsafat alam (natural philosophy). Buku-buku Al-Kindi membahas
mengenai berbagai cabang ilmu pengetahuan seperti geometri, aritmatika,
astronomi, musik, logika dan filsafat. Ibnu Abi Usai’bia menganggap Al-Kindi
sebagai penerjemah terbaik kitab-kitab ilmu kedokteran dari bahasa Yunani ke
dalam bahasa Arab. Di samping sebagai penerjemah, Al Kindi menulis juga
berbagai makalah. Ibnu Al Nadhim memperkirakan ada 200 judul makalah yang
ditulis Al Kindi dan sebagian di antaranya tidak dapat dijumpai lagi, karena
raib entah kemana. Nama Al Kindi sangat masyhur di Eropa pada abad pertengahan.
Bukunya yang telah disalin ke dalam bahasa Latin di Eropa berjudul De
Aspectibus berisi uraian tentang geometri dan ilmu optik, mengacu pada pendapat
Euclides, Heron, dan Ptolemeus. Salah satu orang yang sangat kagum pada berbagai
tulisannya adalag filosof kenamaan Roger Bacon.
6.
Ibnu Rushd yang lahir dan dibesarkan di Cordova,
Spanyol, meskipun seorang dokter dan telah mengarang buku ilmu kedokteran
berjudul Colliget, yang dianggap setara dengan kitab Canon karangan Ibnu Sina,
lebih dikenal sebagai seorang filosof. Ibnu Rushd telah menyusun 3 komentar
mengenai Aristoteles, yaitu: komentar besar, komentar menengah, dan komentar
kecil. Ketiga komentar tersebut dapat dijumpai dalam tiga bahasa: Arab, Latin,
dan Yahudi. Dalam komentar besar, Ibnu Rushd menuliskan setiap kata dalam
Stagirite karya Aristoteles dengan bahasa Arab dan memberikan komentar pada
bagian akhir. Dalam komentar menengah ia masih menyebut-nyebut Aritoteles
sebagai Magister Digit, sedang pada komentar kecil filsafat yang diulas murni
pandangan Ibnu Rushd.Pandangan Ibnu Rushd yang menyatakan bahwa jalan filsafat
merupakan jalan terbaik untuk mencapai kebenaran sejati dibanding jalan yang
ditempuh oleh ahli agama, telah memancing kemarahan pemukapemuka agama,
sehingga mereka meminta kepada khalifah yang memerintah di Spanyol untuk
menyatakan Ibnu Rushd sebagai atheis. Sebenarnya apa yang dikemukakan oleh Ibnu
Rushd sudah dikemukakan pula oleh Al Kindi dalam bukunya Falsafah El Ula (First
Philosophy). Al Kindi menyatakan bahwa kaum fakih tidak dapat menjelaskan
kebenaran dengan sempurna, oleh karena pengetahuan mereka yang tipis dan kurang
bernilai (Haeruddin, 2003).
B. Tokoh Filsafat Islam Kontemporer
Tradisi Filsafat
Islam masih sangat banyak hidup saat ini, meskipun keyakinan di kalangan Barat
banyak tradisi ini berhenti setelah masa keemasan[9].
Dalam Lahan
Islam kontemporer, ajaran hikmat atau hikmah berkembang terus.
1.
Ayatullah Ruhullah Khomeini, pendiri Rebublic
Islam Iran, adalah seorang guru terkenal dari sekolah filsafat
Hikmat-ul-Mutaliya. Sebelum kemenangan Revolusi Islam, ia adalah salah satu
dari sedikit orang yang secara resmi mengajar filsafat di Seminari Agama di
Qum. Iran علامه طباطبائى atau Allameh Tabatabaei, penulis sejumlah karya
termasuk komentar dua puluh tujuh jilid Quran Al-Mizan (الميزان),
2.
Buya Hamka atau Haji Abdul Malik Karim Amirullah
adalah seorang penulis terkemuka Indonesia, politisi ulama, pemikir filosofis,
dan penulis Tafir Al Azhar. Dia adalah Ketua majelis Ulama Indonesia (MUI).
Beliau mengundurkan diri ketika fatwanya kepada kaum Muslimin untuk tidak merayakan Natal dikutuk oleh rezim Suharto. Buya Hamka
tidak hanya sebagai seorang sarjana dan
penulis di negaranya, tapi ia juga sangat dihargai di Malaysia dan Singapura.
3.
Murtaza Muthahhari, mahasiswa terbaik dari
Allamah Tabatabai, seorang martir dari Revolusi Islam Iran, dan penulis
sejumlah buku (sebuah kompilasi lengkap dari karya-karyanya terdiri dari 25
volume). Dia, seperti Allamah Tabatabai nya guru dan Ayatullah Khomeini,
termasuk sekolah-sekolah filosofis Hikmat-ul-Mutaliya
4.
Sayyid Abul Ala Maududi, yang dikreditkan dengan
menciptakan pemikiran politik modern Islam di abad ke-20, adalah pendiri dari
“Jamaah e Islami” dan menghabiskan hidupnya dalam upaya untuk menghidupkan
kembali Tradisi Intelektual Islam.
5.
DR. Israr Ahmed, (April 26, 1932 – April 14,
2010) adalah seorang teolog Islam Pakistan diikuti khususnya di Asia Selatan
dan juga di antara diaspora Asia Selatan di Timur Tengah, Eropa Barat, dan
Amerika Utara Lahir. di Hissar, (sekarang
Haryana) di India, putra kedua dari seorang pegawai pemerintah, dia
adalah pendiri Tanzeem-e-Islami, dan jebolan dari amaat-e-Islami.A great
Scholar of Islam and Quran.
6.
Muhammad Hamidullah (9 Februari 1908 – 17
Desember 2002) adalah keluarga sarjana,
ahli hukum, penulis, dan sufi. Dia adalah seorang sarjana terkenal di dunia
Islam dan Hukum Internasional dari India, yang dikenal untuk kontribusi untuk
penelitian tentang sejarah Hadis, terjemahan Alquran, kemajuan pembelajaran
Islam, dan penyebaran ajaran Islam di Barat dunia.
7.
Fazlur Rahman adalah seorang profesor pemikiran
Islam di University of Chicago
8.
Wahid Hasyim Indonesia pertama menteri urusan
agama. Mantan Ketua Nahdatul Ulama
Indonesia dan Universitas Islam di Indonesia.
ide yang dikenal adalah reformasi kurikulum Madrasah.
9.
Seyyed Hossein Nasr.
10. Imran
Nazar Hosein Author of Jerusalem in the Quran
11. Javed
Ahmad Ghamidi adalah seorang sarjana terkenal Islam Pakistan, Ahli tafsir, dan
pendidik.
2.4
Aliran-Aliran Filsafat Islam
Pada umumnya terdapat empat aliran-aliran besar dalam sejarah Filsafat
Islam[10].
Filsafat taklidiah-Seperti Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina dan Ibn Rusyd.
Mereka mengalami dan mempelajari filsafat Yunani dengan tekun dan mengambil
studi beberapa karya-karya penting khususnya dari Aristoteles dan Plato serta
melakukan kritik terhadap para filsuf Yunani tersebut.Ini berarti mereka tidak
menjadikan filsafat Yunani sebagai sumber referensi asal tetapi menggunakan
Al-quran sebagai sumber utama kemudian berusaha mencari titik pertemuan antara
kedua sumber tersebut.Tetapi mereka tidak mengambil filsafat Yunani secara
taklid buta bahkan memelihara konten-konten sumber utama mereka yaitu Al-quran.
·
Imu Kalam,
·
Ilmu Fiqh dan
·
Ilmu Tasawwuf.
Filsafat Islam Hakekatnya bersumber dari wahyu sebagai inti dan akal
sebagai pendukungnya. Aliran ini muncul menyusul dari pergolakan internal
dikalangan umat Islam sendiri setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW disamping
reaksi terhadap pengaruh filsafat Yunani dan peradaban asing terhadap umat
Islam. Dengan perkembangan baru seperti ini timbullah berbagai perubahan
terutama perubahan pemikiran yang membentuk berbagai mazhab dan aliran
tertentu.
Menurut Kartanegara (2006) dalam filsafat Islam ada empat aliran yakni:
Ø
Filsafat Islam Peripatetik (memutar atau
berkeliling) merujuk kebiasaan Aristoteles yang selalu berjalan-jalan
mengelilingi muridnya ketika mengajarkan filsafat. Ciri khas aliran ini secara
metodologis atau epistimologis adalah menggunakan logika formal yang
berdasarkan penalaran akal (silogisme), serta penekanan yang kuat pada
daya-daya rasio. Tokoh-tokohnya yang terkenal yakni: Al Kindi (w. 866), Al
Farabi (w. 950), Ibnu Sina (w. 1037), Ibn Rusyd (w. 1196), dan Nashir al Din
Thusi (w.1274).
Ø
Filsafat Islam Aliran Iluminasionis (Israqi).
Didirikan oleh pemikir Iran, Suhrawardi Al Maqtul (w. 1191). Aliran ini
memberikan tempat yang penting bagi metode intuitif (irfani). Menurutnya dunia
ini terdiri dari cahaya dan kegelapan. Baginya Tuhan adalah cahaya sebagai
satu-satunya realitas sejati (nur al anwar), cahaya di atas cahaya.
Ø
Filsafat Islam, Aliran Irfani (Tasawuf). Tasawuf
bertumpu pada pengalaman mistis yang bersifat supra-rasional. Jika pengenalan
rasional bertumpu pada akal maka pengenalan sufistik bertumpu pada hati. Tokoh
yang terkenal adalah Jalaluddin Rumi dan Ibn Arabi.
Ø
Filsafat Islam, Aliran Hikmah Muta’aliyyah
(Teosofi Transeden). Diwakili oleh seorang filosof syi’ah yakni Muhammad Ibn
Ibrahim Yahya Qawami yang dikenal dengan nama Shadr al Din al Syirazi, Atau
yang dikenal dengan Mulla Shadra yaitu seorang filosof yang berhasil
mensintesiskan ketiga aliran di atas.
Dalam pandangan Filsafat Islam, fenomena alam tidaklah berdiri tanpa ada
hubungan dan kekuasaan ilahi. Mempelajari alam berarti akan mempelajari ciptaannya. Dengan demikian penelitian alam
semesta (jejak-jejak ilahi) akan mendorong kita untuk mengenal ilahi dan
semakin mempertebal keyakinan terhadapnya. Fenomena alam bukanlah
realitas-realitas independen melainkan tanda-tanda Allah SWT. Fenomena alam
adalah ayat-ayat yang bersifat qauniyyah, sedangkan kitab suci ayat-ayat yang
besifat qauliyah. Oleh sebab itu
ilmu-ilmu agama dan umum menempati posisi yang mulia sebagai obyek ilmu.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran
manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak
didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi
dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan
argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari
proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi
falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa
Filsafat Islam merupakan filsafat yang seluruh cendekianya adalah muslim.
Ada sejumlah perbedaan besar antara filsafat Islam dengan filsafat lain.
Pertama, meski semula filsuf-filsuf muslim klasik menggali kembali karya
filsafat Yunani terutama Aristoteles dan Plotinus, namun kemudian menyesuaikannya
dengan ajaran Islam.
Pemikiran filsafat masuk ke dalam Islam melalui filsafat Yunani yang
dijumpai kaum Muslimin pada abad ke-8 Masehi atau abad ke-2 Hijriah di Suriah,
Mesopotamia, Persia, dan Mesir
DAFTAR PUSTAKA
Bagir, Haidar, 2005, Buku Saku Filsafat Islam,
Penerbit Arasy, PT Mizan Pustaka, Bandung.
Chalmers A. F. 1983. Apa Itu yang Dinamakan
Ilmu/Suatu Penelitian tentang Watak dan Status Ilmu serta Metodenya.
Terjemahan Redaksi Hasta Mitra. Jakarta.
http://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/02/08/lz29wm-sejarah-munculnya-filsafat-islam-2habis
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/02/08/lz29pq-sejarah-munculnya-filsafat-islam-1
http://www.jaringankomputer.org/filsafatislam-dan-tokoh-aliran-filsafatislam/
http://www.mail-archive.com/tasawuf@server03.abangadek.com/msg00017.html
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................... i
Daftar Isi..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakng........................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Filsafat Islam....................................................................... 2
2.2 Sejarah Timbulnya Filsafat Islam.......................................................... 2
2.3 Tokoh-Tokoh Filsafat Islam.................................................................. 4
A. Tokoh-Tokoh Filsafat Islam Zaman Kejayaan
Islam.................... 5
B. Tokoh Filsafat Islam Kontemporer............................................... 9
2.4 Aliran-Aliran Filsafat Islam.................................................................. 11
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan........................................................................................... 13
|
[1] Taufiq Abdulloh (e d.),
Islam di Indonesia, [Jakarta: Tirtamas,1994], hlm.79.
[2] Bagir, Haidar, 2005, Buku Saku Filsafat Islam, Penerbit
Arasy, PT Mizan Pustaka, Bandung.
[3] Irmayanti Meliono, dkk. 2007. MPKT Modul 1. Jakarta:
Lembaga Penerbitan FEUI. hal. 1
[4] H. Zaenal Abidin Ahmad, Ibnu Siena (Avecenna) Sarjana dan Filosuf Dunia, (Bulan Bintang),
1949, hal. 49
[5] Dr. Ahmad Daudy, MA, Kuliah Filsafat Islam, (Jakarta : Bulan Bintang), 1986, hal. 60
[6] Ahmad Hanafi, MA, Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta : Bulan Bintang), 1996, hal.
115, Ahmad Fuad Al-Ahwani, Filsafat Islam,
Pustaka Firdaus, hal. 65
[7] Busyairi Madjidi, Konsep Pendidikan Para Filosof Muslim, (Yogyakarta : Al-Amin
Press). 1997, hal. 47 - 51
[8] Harun Nasution, Islam di tinjau dari berbagai aspeknya, jilid II, (jakarta : UI),
1986, hal. 51
[9] Ahmad Daudy, Segi - Segi Pemikiran Falsafi dalam Islam, (Jakarta : Bula
Bintang), 1984, hal. 42
[10] Al-Ghazali, Tahafut
al-Falasifah, (Kairo, Mesir, Matba’ah al-Qahirah, 1903), hlm 6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar